"Angka
ini kalau dibandingkan dengan tahun 2023 tentunya mengalami peningkatan, tahun
2023 itu sebanyak 786 kasus, sementara sampai dengan baru 2 bulan ini atau
Januari-Februari kita telah menemukan 532 kasus, artinya setengahnya dari kasus
tahun lalu sudah terjadi di 2 bulan ini di tahun 2024," ujar Asep dalam
keterangannya.
Asep
Surachman menjelaskan bahwa peningkatan kasus DBD melanda hampir semua wilayah
Kabupaten Garut, terutama daerah perkotaan dan bagian utara seperti Limbangan
dan Selaawi. Faktor curah hujan tinggi diduga menjadi pemicu utama peningkatan
kasus ini, menciptakan genangan air yang menjadi tempat berkembangbiak bagi
nyamuk Aedes Aegypti, penyebab DBD.
"Penyebaran
DBD ini hampir merata ya, di Selatan pun sudah terjadi, kemudian di Utara ini
paling banyak di daerah Malangbong, Limbangan, dan Selaawi. Di daerah perkotaan
seperti Garut Kota, Karangpawitan, Tarogong Kaler, dan Tarogong Kidul kasusnya
juga cukup banyak," jelasnya.
Di
lapangan, pihaknya menemukan beberapa banyak kasus, di mana saat
penyelidikan epidemiologi ditemukan jentik-jentik nyamuk di rumahnya.
Selain
itu, Asep juga mengingatkan bahwa nyamuk pembawa DBD dapat bersarang di
tempat-tempat tak terduga seperti tempat minum hewan peliharaan, dispenser, lemari
es, dan vas bunga. Masyarakat diminta untuk meningkatkan kewaspadaan dengan
menerapkan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) guna mengurangi risiko penularan.
"Kalau
kita tidak menerapkan PSN, tentunya kasus DBD ini akan semakin banyak. Nyamuk
DBD ini identik dengan musim penghujan, dan berkembang biak di wadah-wadah yang
berisi air bersih, seperti air hujan yang tertampung di botol atau wadah
tertentu," kata Asep.
Dinkes
Kabupaten Garut telah menyiagakan seluruh fasilitas kesehatan untuk menangani
kasus DBD dan mengingatkan masyarakat, jika mengalami keluhan atau gejala DBD
seperti demam tinggi secara mendadak hingga mencapai suhu di atas 38 derajat
celcius, bisa melakukan pemeriksaan di Puskesmas setempat atau ke fasilitas
kesehatan terdekat
Melalui
Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR), Dinkes memantau kasus DBD secara
real-time untuk mengambil tindakan pencegahan yang tepat.
"Dengan
demikian Puskesmas, baik rumah sakit, dan semua faskes itu akan melaporkan
melalui sistem tersebut, dan kami dapatkan laporan real-time harian bahkan
mingguan dan bulanan dari sistem tersebut," tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar